TIGA KALI LIPAT

Joko, seorang pelukis yang sama sekali gak top ikut merasakan imbas boom seni lukis sewon. Kawan-kawan seangkatannya sudah banyak yang “melejit”, termasuk juga pada harga karya mereka. Mobil bukan lagi barang mewah, bayar kontrakan tidak lagi jadi masalah, kalau perlu bayarnya dua tahun dipakainya setahun, bahkan kalau pemilik kontrakan minta utangan untuk alasan ini-itu, langsung mereka kabulkan tanpa menaruh rasa curiga. Itulah bukti rasa dermawan yang dimiliki teman-temannya. Pelukis tadi oleh kawan-kawannya diprasangkai baik, di tuduh turut mencicipi “kue manis” tersebut, sepertinya gak adil juga kalau sebenarnya seperti biasanya hari-harinya di jalani dengan puasa. Dalam lamunan kegelisahannya ia mencoba mencermati “kesalahan strategi” dalam memenejemeni karyanya selama ini. Ia menaruh curiga dalam hal pemberian nominal harga lukisannya, karena dalam pengalamannya ia memberikan harga yang murah untuk karyanya, bahkan ia sesekali menurunkan harga itu, tetapi masih juga gak ada yang melirik. Padahal seperti yang ia lihat sendiri “semakin tinggi harga karya semakin gagah karya itu di pandangan mata mereka”, dengan kata lain kegagahan karya terletak pada harganya, akhirnya ia pun berspekulasi menaikkan harga karyanya 3 sampai 4 kali lipat dari harga sebelumnya. Akhirnya betapa mengejutkan, tanpa disangka-sangka para kolektor, kolekdol, curator, kritikus, di negeri itu riuh rendah mengerubungi dan menjilati karya yang aneh tersebut.

Tiko, mei 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar