KUAS-KUAS DIBALIK KASUR

oleh tiko,des.2008

+ kuas apa yang bikin sedih?
- kuas murahan, kuas patah, kuas kotor!!!
+ salah, salah, salah..!!
- terus jawabnya apa?
+ kuasih tak sampai, he.he3...

lagi yah,
+ kuas apa yang item, panjang, keras, bulunya kriting, baunya khas, kalo digosok membesar?

(sambil diem, mikirin jawabannya)
- wah jorok neh..
+ apa jawabannya?
- enggak ah, jorok seh..
+ nyerah yah, jawabnya KUASsihan dech loe, jadi mikirin yang jorok.. ha.ha3..
- assemik.. hik.hik3..

00 ada lagi, kuas yang tak bisa dilawan
## apaan tuh?
00 kuasa ilahi.

## kuas yang paling panjang?
00 kuasa ramadhan.
## kualat lho...
00 ah cuma guyonan..., guyon...
dah mumet, masak gak boleh guyon.


~ kuas apa yang bikin males nglukis?
! kuas buatan cina!
~ salah, sentimen lo!
! kuasmaran lalu jalan-jalan terus!
~ bukan itu
! terus kuas apa?
~ kuasur empuk.

(~! ) ..HA..HA...HA......

PICASO dan STIKER GENIT

Awalnya picaso melukis secara realislik souveniran, karena gak terlalu laku dan harganya murah banget, ia pun mencoba beralih pada usaha pembuatan keramik, karena picaso terkenal cukup kreatif dan suka hal yang sifatnya baru, ia pun menjadikan keramiknya sebagai media melukisnya. Idenya ini pertama kali cukup menarik dan ia mulai mendapatkan uang dari lukisan keramiknya. Eh baru beberapa minggu tetangga-tetangganya ikut-ikutan buat keramik yang dilukisi, jadi pasarannya seret lagi, terlalu banyak saingan.
Suatau hari istrinya yang bernama Fernande Oliver minta duit untuk belanja dan beli benges. Karena picaso memang lagi tak ada duit ia tak bisa memberikannya, si Oliver gak mau tau, ia marah-marah. Piring-piring di hambur-hamburkan, keramik dipecahin, Picasopun gak tahan dirumah, ia lalu ambil motor buntutnya, di stater dan langsung cancap gas, pergi kearah kota. Ditengah perjalannya ke kota ia disalip cowok ABG (Andalan Banyak Gadis) yang juga naik motor tua. Dan disaat motor cowok ABG itu tepat di depannya, Picaso, Sumpah enggak sengaja baca stiker di helm pengendara motor di depannya itu yang bertuliskan “PECAH NDASE, PECAH NDOKE n MATANE”. Ia merasa kena banget dengan tulisan itu, seolah itulah jiwanya. Iapun merenungkan, mengasosiasikan bayang-bayang pikirannya yang semrawut merumbai dan terbelah belah, keramik yang pecah dirumah, stiker yang genit, dan bermacam persoalan yang telah dialami dalam hidupnya selama ini. Dan akhirnya timbulah dorongan kuat dari dalam dirinya untuk membuat figur yang terpecah-pecah. Ia pun secara skali lagi gak-sengaja menemukan gaya yang para kritikus nantinya secara teoritis akademis silis pitis, memberikan sebutan gaya dan aliran kubisme untuk lukisan picaso.

Glosarium
Stiker Genit: adalah Stiker Gemblung nanging Nginspiratif
Tiko,des,2007

SUN FLOWER VAN GOGH

PROSES SEJARAH yangan-yangan TERLUPAKAN

+ Kenapa Van Gogh suka gambar Sun Flower (Bunga Matahari)?
_ Karena Van Gogh sangat suka banget makan Kuaci dari biji Bunga Matahari!

Ada sedikit cerita tentang hal ini yang sulit kau temukan di catatan para sejarawan yang kurang menawan, apalagi kritikus yang malah ikut-ikutan rakus; dengerin baek-baek yah’’’
Konon kisah hidup Vincent Van Gogh penuh dengan kegetiran, karya lukisnya tak diterima masyarakat sezamannya, ia dijauhi teman-temannya, ditolak cintanya. Ditengah sepi sunyi hidupnya, ia mempunyai kiat untuk mengisi kejenuhannya dengan kebiasaan makan kuaci dari biji bunga matahari. Ia sangat suka makan kuaci biji bunga matahari, bahkan ia merasa mendapatkan sahabat dekat yang paling mengerti akan keadaan dirinya, dialah Kuaci dan Bunga Matahari. Oleh karenanya untuk menunjukkan rasa terimakasih dari jiwa terdalamnya ia pun sering melukiskan bunga matahari sahabatnya itu. Seperti ketika Sudjoyono melukis Rose Pandanwangi istrinya. Jiwo ketoknya Vincent dalam melukis bunga matahari terpampang jelas disana.
Begitu juga dengan goresan-goresan kecil dan pendeknya, syahdan terinspirasi dari kulit kuaci yang tercecer, tersebar, berserakan, membukit memenuhi lantai kontrakannya yang tak pernah dibersihkan dalam beberapa bulan. Ia seperti mendapatkan getaran estetis kebekuan jiwanya secara tak sengaja ketika memandangi kulit-kulit kuaci tersebut.

Suatu hari ketika ia merasakan capai sehabis melukis ia berniat istirahat sebentar minum teh panas dan makan kuaci biji bunga matahari, ia tak mendapati stok kuaci satu dus yang baru dibeli hari sebelumnya, ia teringat saudaranya Theo yang waktu pagi meminjam sabit miliknya. Vincent marah besar, ia menebak kalau Theo saudaranya itu yang mengambil kuaci miliknya, akhirnya emosi kekesalan terhadap Theo terbawa saat Vincent melanjutkan melukis, menjadikan goresan lukisannya menjadi semakin ekspresif. Sejak itulah Vincent panggilan akrabnya memantapkan dirinya sebagai seorang ekspresionisme sejati.
Tiko,des.2007

Nasehat untuk kodok

tiko, Nov.08

“Tuliskan yang indah-indah, yang nyaman saat di baca, yang menyenangkan hati kami. Kamu baru belajar nulis saja sudah marah-marah terus. Sebanarnya apa yang kamu mau?”
“Emangnya aku harus menulis sesuatu yang bagaimana lagi, sementara di kiri kananku, dari hari-kehari kulihat dan kutemui hanya hal-hal yang membuat marah, keputusasaan dimana-mana pemandangan ketidak adilan, dengki-dendam, bau busuk dan udara pengap bikin ku muak. Sementara yang disini cuma tahu berpesta pora, cuek dan tak peduli. Coba katakana kepadaku apa yang harus kuucapkan.”
“Cobalah fokus satu persatu atas masalah dan keluhan yang mampir ke pinggir kolammu. Perhatikan dengan teliti, bedakan yang masalah dan bukan masalah, yang keluhan atau kecengengan, yang harus sekarang atau untuk besok, yang harus dituntun digendong, atau dibuang di tempat sampah, atau yang cukup di elus dan dikasih senyuman. Tapi jika harus ditertawakan, tertawalah yang keras. Aku inging mendengar suara kodok tertawa.”
“Kau pikir aku sehebat itu? Aku ini kodok!. Jangan sangka aku pemerintah, aku bukan dukun, bukan juga seniman, bukan cendekiawan., atau apalah itu. Kau terlalu banyak omong, terlalu menuntut. Kamu manusia ya?. Dengarkan saja jika kamu suka, dimusim hujan ini, ngorek adalah siklus alamiah bagi kodok. Sudah, aku mau berenang dulu.terimakasih nasehatnya!.”
Sambil berenang ke tengah danau, kodok berkata dalam hati. Apakah yang barusan ngomong padaku tadi Nabi Sulaiman yah, kok tahu bahasa kodok. Atau manusia dijaman ini sudah pandai dan mengerti bahasa kodok. Ah tak peduli aku dengan itu semua. Sekarang adalah saatnya bagi kodok cari makan.

Kesedihan Yang Datang Dan Pergi

Tiko, Nov.08

Hai diriku yang bernama kesedihan.
sudah bertahun-tahun kita akrabi jalan
panjang hari-hari yang dingin dan beku.
yang getir dan tak terelakkan sakitnya.
Hari ini kukembalikan jubah keputus-asaan pinjamanmu.

Hai kesedihan, kau sering mengatakan bahwa kita
tak diberi rizki yang layak oleh Tuhan.
Kau mengajakku menangis di tengah gelap.
Entah mengapa dalam dendam ketidak tahuan malam,
Tiba-tiba bahagia sudah berada disampingku.
Dan benar-benar sudah lama disampingku.
Sejak aku belum bisa menangis cengeng
Seperti ini.
Bahagia mengusap lembut rambutku.
Dan berbisik halus di telinga.
Yang suaranya langsung terdengar
sampai kepusat jantungku.

kenapa kau bersedih cuma karena pemahamanmu yang dangkal
mengenai rizki. dengarkan baik-baik.

Jangan kau ingkari rizki Tuhan yang telah diberikan kepadamu.
Tidak ingatkah engkau kepada kawan-kawan yang menemanimu,
Yang telah berhujan dan berpanasan untukmu,
Menampung curahan kesedihanmu kedalam tempayan perak mereka.
Mencoba memecahkan persoalanmu dengan mencarikan solusi.
Mendukung keputusanmu sepenuhnya dan selalu menemanimu
tanpa berniat sedikitpun meninggalkanmu.
Walaupun kadang kau bersikap tak mau mengerti akan dia.

Jangan kau anggap rizki dari Tuhan itu cuma berwujud
materi kebendaan, kekayaan dan uang.
Nama besar, ketenaran dan apapun yang kau pahami itu.
Hingga bagi engkau yang belum merasa menggapainya,
mati-matian mengejarnya.
Membutakan segala apa yang Tuhan telah anugrahkan kepadamu.
seperti: sahabat, keluarga, guru, kesehatan, lingkungan,
air, udara dan apa saja yang begitu dekat denganmu
seakan tak bisa terlihat sebagai bentuk anugrah
yang harus kau syukuri, sebagai salah satu bentuk pengabdianmu.
mu.

jangan sia-siakan itu semua, lalu temukan tulus dan syukur
dalan setiap jengkal langkahmu.

setelah mengucapkan dengan lembut ditelingaku,
dengan tiba-tiba bahagia tadi menghilang.
Dua butir katanya tentang tulus dan syukur memintaku
untuk selalu memaknai dan menggalinya.
Dalam keadaan kosong kucoba menggenggam erat bayangannya.
dalam seribu tanya.

Setelah jubah keputusasaan kukembalikan kepada kesedihan,
Jubah harapan kukenakan.
Kesedihan-kebahagiaan lenyap dalam waktu yang singkat.
Akupun kembali berjalan.
Baru beberapa langkah,
Kesedihan sudah duduk di depan situ, Berdiam membelakangiku.
Entah siapa yang ditunggunya.
Entah apa yang dilakukannya.

SURAT LAMARAN RAHASIA

Ditulis oleh Tiko, Nov. 08

Untuk Yth. Panitia Pameran Bergengsi Banget
Salam Budaya.

Perkenalkan nama saya Darmo Estetiko S.Sn. umur 41 tahun. Studio saya di dusun Ngumbar Rt.061 Rw.83 Roboh Jiwo, Bantul, Yogyakata, Indonesia. Bukankah anda semua sudah mengenal saya. Tapi tak apalah saya lakukan ini, bukankah semakin kenal semakin sayang?
Surat ini merupakan bentuk perhatian saya terhadap perkembangan sosial ekonomi berkesenian kita bersama.
Merespon acara yang anda rencanakan, saya sangat setuju dan mendukung 100%.
Rencana untuk membikin acara pameran akbar dengan model kompetisi dan kuratorial yang memadai sangat ditunggu kita semua. Oleh karena itulah saya terpaksa merendahkan diri dalam sikap kekeluargaan.
Jangan kuatir untuk menyertakan saya dalam pameran bergengsi anda kali ini. Pengalaman berkesenian saya sangat banyak. Kalau di tulis semua cuma buang-buang halaman katalog anda. Dan saya juga risih kalau dirasani, digunjingkan di belakang. Apalagi kalau difitnah dengan di bilang sombonglah, pamerlah, itu tidak sesuai dengan kejawaan saya.
Untuk isen-isen di katalog nantinya, baiklah akan saya tuliskan beberapa selected exhibition dan selected award. Gambarannya seperti ini. Sejak TK nol kecil saya sudah menjuarai lomba-lomba lukis. Kelakuan nakal tersebut berlanjut di SD, SMP, SMA, bahkan sampai masuk di Perguruan Tinggi Seni kenamaan di negeri ini. Bayangkan sertifikat dan piala, tropi yang menumpuk dirumah, hinga tanpa paksaan dikasih kepada tetangga kiri kanan, saudara, atau bahkan kasih ke tukang loak tanpa harus membayar. Coba sebutkan biennale, trienale lokal maupun internasional mana yang belum perah menyediakan tempat untuk aku. Oleh karenanya maaf, amat rugi jika melewatkan nama saya didalam acara anda.
Begini, seorang kritikus dan pemilik gallery pernah mengatakan: jangan cuma melihat kualitas karya seseorang, tetapi pertimbangkan masak-masak pengalaman berkesenian dan ratusan penghargaan yang dimilki seseorang. Karena hal itu merupakan katrol yang gampang diterima masyarakat luas. Iya toh? Tepat itu. Tentusaja saya pro dengan pendapat tersebut. Terlihat banget berwawasan luas. Maksud saya, dia tidak sekedar melihat dari kaca mata seni, melainkan dari bermacam sudut pandang termasuk dari menejemen seni, sosiologi seni, politik seni, ekonomi seni, kewibawaan-derajad seni, dan sebagainya. Bukankah kita diam-diam mulai menyadari bahwa seni adalah sebagai alat. Dan jika anda sependapat dan setuju, artinya anda telah belajar dengan baik.

Tetapi sebelumnya saya minta maaf. Untuk pameran bergensi dan berkelas buah ide anda, belum tersiapkan karyanya. Namun jangan takut jangan kuatir. Pasti nantinya jadi lukisan yang keren abis dan di jamin 99% terjual. Kan menguntungkan bagi anda dan gallery. Anda harus percaya itu, karena koneksi saya banyak dan backingan kolektor saya kuat.
Mengenai potongan 30% dari harga jual lukisan bagi karya yang berhasil terjual, bukankah itu terlalu sedikit dan tidak sebanding dengan pikiran dan tenaga yang telah dikeluarkan anda sekalian. Saya tahu itu masih dibagi-bagi untuk seluruh staff yang bekerja di sana. Sebagai orang yang perasa saya akan merasa malu apabila tidak melebihkan angka prosentase tadi. Mungkin 40%, 50% atau kalau perlu bagian saya yang 30%?. Jangan berfikir yang macam-macam dulu, ini adalah wujud rasa sosial saya. Saya sangat paham permasalahan itu.

Saya rasa sudah cukup surat cinta ini. Nanti dikira banyak omong, dan mengurangi kewibawaan saya sebagai seniman. Apalagi dituduh memuntahkan amunisi.. ih jelek banget ya istilah itu. Beserta surat ini saya lampirkan nomor telepon dan e-mail yang dapat dihubungi. Sekian terimakasih.
Salam budaya.

Dua hari setelah surat tersebut dikirimkan kepada panitia pameran. Darmo mendapatkan balasan melalui telepon dari hand phone nya.
“Halo, selamat siang. Saya dari panitia pameran bergengsi banget. Apakah benar sedang berbicara dengan mas Darmo Estetiko?”
“Ya, selamat siang juga. Betul dengan saya sendiri, Darmo Estetiko.”
“Begini mas Darmo, surat yang anda kirimkan sudah sampai. Setelah kami pelajari dan rundingkan beserta segenap panitia, merupakan kehormatan bagi kami untuk menyertakan anda dalam pameran bergengsi kali ini. Dan kami akan sangat bangga dengan menyertakan nama anda.”
“ Oh ya, terimakasih. Saya juga menyukai itu.”
“ Sama-sama, dan kami selaku panitia menunggu karya bapak sudah sampai di tempat pengumpulan dua hari lagi. Untuk detail hasil perundingannya kami akan mengirimkan surat tertulis ke alamat mas Darmo.”
“Ok.., Ok... Saya paham itu. Dua hari lagi pasti akan saya kirimkan karya untuk pameran ini.”
Merekapun saling berterima kasih dan berbahagia dalam ikatan perjanjian yang aneh.

Dua hari sejak itu merupakan batas akhir dari pengumpulan karya. Banyak seniman seni rupa antusias dalam mengikuti acara bergengsi tersebut. Seniman dari generasi tua maupun generasi muda saling bersaing dalam keharmonisan. Mencoba menggali kedalaman ide, menemukan kecerdasan pandangannya, menyuguhkan keartistikan visual melalui tema yang di garis bawahi panitia.
Dua hari terakhir banyak banyak karya masuk ke ruang seleksi. Merupakan kebiasaan seniman apabila mengumpulkan karya, yaitu pada hari-hari terakhir dengan alasan yang beragam. Intinya terletak pada rasa nikmat yang takterperikan, jika karyanya adalah termasuk golongan karya yang menelusup pelan ke atas meja panitia pada detik-detik terakhir sebelum pintu ditutup. Apalagi jika nantinya berhasil lolos mengikuti pameran dan menyingkirkan saingannya yang berjumlah ratusan. Seakan berasa enjakulasi yang kedua. Wuih nikmat sekali.

Pada hari yang kedua itu pula Tiwito Gores, seorang pelukis muda dengan cita-cita tinggi. Mengantarkan karya yang telah disiapkan dua bulan yang lalu. Sejak pengumuman yang di bacanya melalui tempelan poster di dinding lorong sempit kampusnya. Dengan semangat ia dibantu Budi sahabatnya untuk memegangi karya dengan naik motor bebek empat tak menyusuri jalan berdebu dari kosnya menuju tempat pengumpulan karya yang ditetapkan oleh panitia di kaki Gunung Merapi jalan Kaliurang Km.17.
Siang itu pukul 13.07 jalan Mataram sangat ramai. Kendaraan berlalu-lalang dari dua arah. Riuh suasana menambah penat siang yang terik itu. Ketika sampai perempatan, tiba-tiba entah mengapa dengan sekejap langit menjadi mendung. Awan gelap berduyun datang menyelimuti kota Yogyakarta. Gelap sekali. Petir menyambar disana-sini. Dalam hitungan detik hujan deras tak terelakkan. Semua kendaraan kecil menepi kejalan. Menghindari guyuran deras beserta angin kencang dari langit. Tak terkecuali Tiwito Gores dan karyanya yang bersemangat, beserta sahabatnya Budi harus menepi, cukup lama hujan tak kunjung reda. Karyanya mulai basah, kotor, dan rusak. Dilihatnya jam di tangan kiri, jarum yang pendek sudah menunjukkan angka lima. Dibayangkan jarak menuju tempat pengumpulan yang masih cukup jauh. Mukanya mulai terlihat lesu, diliriknya sahabatnya yang cuma diam membisu. Kehendak pribadinya tak mampu melawan kehendak alam yang berada diluar jangkauan perhitungannya. Angan-angannya untuk lolos seleksi, mempresentasikan karya didepan para juri dan kurator idolanya pupus bersama derasnya air hujan. Diapun pulang dengan rahasia yang masih terpendam. Tanpa diketahui oleh panitia pameran, oleh para juri, oleh peserta pameran, sahabat-sahabatnya, Darmo, Budi, bahkan oleh dirinya sendiri.

Bersujud lama sekali

Tiko, Nov.08

Mereka beralasan dengan meminjam nama tuhan. Seolah menganggap hanya mereka yang disayang dan diberkati. Sedangkan yang lain, yang tak senasip, yang miskin, yang tersisihkan adalah bagian dari golongan yang terlaknat, dimurkai tuhan.
Engkau dengan khusuk bersyukur dalam sujudmu. Namun di hatimu mengatakan jujur, mengatakan mereka sainganmu.
Apakah engkau menyadari bahwa tindakanmu yang seperti itu sama saja menyetujui anggapan bahwa: Tuhan telah berlaku tidak adil, tuhan tidak peduli dengan orang-orang lemah, orang tertindas, orang tersisih, orang yang tak mempunyai kesempatan. Membiarkan mereka semakin melarat dan sekarat.

Engkau banggakan kariermu, hasil usahamu, kau kenakan jas sutera, kau kopyahi mahkota permata, kau gelar permadani Persia, kembali kau sujud lama sekali.
Kau gesekkan keningmu hingga menghitam. Kau tersenyum, senyum dalam sujud. Sambil terus menghitung keuntunganmu, labamu. Kau pikir dengan mengingat itu semua menambah jaminan yang lebih besar dari tuhan. Langsung di dunia ini maupun di akhirat kelak. Sementara kau tahu betul temanmu, kawanmu diluar sejak siang menahan lapar sambil mencoba keberuntungan mencari kerak makanan. Bahkan kau saksikan gangguan dari orang-orang yang kau kenal.
Kembali kau berguman lirih dalam sujudmu, tuhan menyengsarakan mereka dikarenakan mereka tidak beriman. Dan karena mereka bodoh.

Hingga suatu hari engkau mendapat kabar tentang terbebasnya temanmu dari himpitan kehidupan dunia ini dengan datangnya telegram duka. Engkaupun kembali bersujud lama, bersyukur karena dengan begitu temanmu telah berakhir kesulitan hidupnya di dunia ini. Dan hilanglah satu saingan.
Engkau bersujud. Lamaaaa sekali.

Jalan-Jalan

Kodok ijo mengajakmu jalan-jalan ke sungai
Menuju Mata Air
Silahkan mandi disana
Atau jika kamu merindu nada merdu
Datangi Mocopatan Syafaat
Disaat Padhang mBulan
Ada acara Kenduri Cinta
Komunitas belajar sedang dibangun disana

Ijo, Nov.08

Jelek Sekali

Hai kodok ijo!
Kamu iri ya sama mereka?
Ha.ha.ha paling kamu iri
Gak kebagian pesta nyamuk-
Semalam yah…
Ya ampun, sebab itu aja kok ngorek-nya
Jadi jelek sekali…

Kaka, Nov.08

Nggodani Macan




















150 x 150cm
akrilik diatas kanvas 2008

Deskripsi Karya:
Terdesak, menjadi ketakutan karena menemui hal-hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Bertemu dengan sebuah kekuasaan yang represif, merasa unggul disegala lini
menjadikan sang macan sewenang-wenang. Ia mencegat di perempatan jalan,
mengasih tahu jalan-jalan yang baik dan buruk sesuka hatinya. Macan ini kelihatan berbahaya sekali,
dan bagi yang belum tahu seluk beluk dan latar belakang si macan
pasti mudah sekali untuk ditakut-takuti atau bahkan dimakan mentah-mentah.
Jika seseorang melewati jalan itu haruslah terpaksa ber-acting menunduk-nunduk,
meminta ijin untuk lewat.
Ternyata setelah diintip lebih dekat, dan jika kamu tahu,
ternyata macan tersebut macan jadi-jadian, tidak serem, bahkan lucu. Macan itu butuh bermain,
ya akhirnya, asyiknya diladeni untuk bermain saja,
sebelum melanjutkan perjalanan yang lebih jauh.



Aryak Bisu II

(diucapkan dengan halus & lembut)

Apa yang kau katakan : Vaskun? Tac? Gurapi?
Kau bilang kau Isanluk?
Jadi kamu yang disebut Isanluk?
Lho kok diem saja? …. marah ya?
Iya, kamu cantik dech, manis dech
Tapi ngomong dong, jangan Cuma nampang

tiko, nov 08

Aryak Bisu I

Ha. haa. ha
Huu . huu . hu..!
Hwa – hwa – hu (croot)
hih – hih
Hwa A . aaa. aaaa!!
huh (sreet)
Hwa . Hwu
(werrs)
Hwa

tiko.nov.08

Untukku Anjing

“Anjing kau!! Termasuk jenis yang mana engkau yang berani-beraninya menggonggong di depanku!”

“Jenis-jenis diatas terlalu eklusif, sedangkan aku anjing kampong, kudisan, tak punya asal-usul jelas, makannya kalau ada pesta anjing, aku tak pernah diajak. Mungkin karena itu aku selalu nekat nongol di bawah kursi paling belakang, dan sesekali mencari sisa-sisa makanan saat pembukaan. Seperti kebanyakan kami para anjing dahulu, sebagai para snacker.”

Tiko.nov.08


Bukankah yang menggonggong Cuma engkau?. Nyatanya teman-temanmu gak ada yang peduli. Artinya engkau sendiri yang anjing. Kau memang aneh- anjing teriak anjing – itu tidak ada dalam terminologi bahasamu. Bukankah yang ada dan selalu masih berlangsung adalah maling teriak maling. Atau jangan-jangan engkau sejenis anjing pelacak milik polisi, yang bisa mengendus kejanggalan, mencari tahu yang terjadi, lewat jejak-jejak yang ditinggalkan mereka walaupun tersembunyi dalam gelap. Ah, itu terlalu berkelas. Dari potonganmu yang kusam, kerempeng, bau dan kudisan, menunjukkan kamu termasuk anjing kelas rendahan.


Mana mungkin kamu diajak pesta mereka. Itu bisa mengganggu kenyamanan mereka. Gelak tawa dan senda gurau bersama tamu undangan mereka. Mengajakmu sama juga menurunkan kelas mereka. Apalagi kalau ada kolektor tua yang lupa bawa kaca mata, melirik karyamu dan mengatakan karyamu lucu, bagus, itu yang berbahaya dan merupakan ancaman karena kolektor itu-kan yang ngundang mereka, sohib dan kenalan mereka. Apalagi jika sampai tanya alamat dan nomor rekening. Itu seperti tamparan di pipi kiri.


Paling kamu golongan anjing sakit hati. Salah sendiri selalu nongol di acara mereka, padahal tak diundang. Anjing yang nekat duduk dibawah kursi paling belakang, dan selalu berebut sisa-sisa makanan saat pembukaan pameran dengan kebanggaan romantisme snacker dari selatan. Sementara mereka yang di dalam sibuk tawar-menawar dan memberi lingkaran merah pada lembar judul karya di samping lukisan. Sedangkan kamu melihatnya sambil menahan lapar. Mata sayu dan air liur yang menetes deras diantara gigi taringmu mengatakan itu.


Anjing tidak perlu eksistensi

Anjing tidak mengumpulkan makanan

Maka jangan mencoba mengejar itu

Kecuali anjing peliharaan

Yang gagah bila diajak jalan-jalan

Sesekali diikutkan kontes

Untuk memperoleh penghargaan

Menambah riwayat pengalaman

Anjing liar, Anjing hutan, Anjing comberan

Menggonggonglah sesukamu

Kafilah tetap berlalu

Persaingan Anjing

tiko, nov.08

Disebuah bangunan bernama pasar dan wacana yang berdiri megah, didatangi segerombolan anjing liar. Di depan pintu yang berukir indah, mereka menggedor, menendangnya, menggonggong keras, berteriak-teriak namun tak kunjung dibukakan jua. Karena mereka yang di dalam lagi dugem, berjojing ria, sebagian lagi memakai earphone dengan musik yang menghentak keras.

Dasar anjing. Yang tak kuat menahan lapar akhirnya pergi menyusuri jalanan. Mencari sisa makanan di tempat sampah. Sesekali di lempar batu dan di tendang anak-anak. Sementara yang bertahan dipintu dengan setia walau tubuh gemetar karena lapar masih juga berharap kepada mereka yang di dalam membukakan pintu. Angan mereka adalah menjadi seperti anjing beruntung yang di banggakan tuannya di dalam.Persaingan antar anjing memang sengit, kampus-kampus dimana mereka belajar memang mengajarkan persaingan. Anjing pudel belajar bagaimana tampil cantik, anjing herder balajar nampang serem, anjing srigala belajar menggonggong saat malam purnama. Estetikanya artistik anjing, kecerdasannya imajiner anjing, finisnya kontemporery anjing. Naluri keanjingan mereka adalah melindungi tuannya dan hartanya dari pencurian. Ketika anjing-anjing lain mendekat, artinya sinyal ancaman bagi mereka.


Belajar berbagi cuma mereka dapatkan ketika semester-semester awal, dengan metode gelas dan teko. Teko berputar mencari receh dan ribuan. Setelah sampai ujung teko berganti isi menjadi minuman. Gantian gelas berputar. Mempertemukan bibir-bibir mereka dengan bibir gelas yang satu. Menjadi sebuah kenangan yang menghangatkan.

Dalam dunia anjing kerugian yaitu ketika tuannya memiliki peliharaan anjing lain. Karena itu kasih sayang tuannya harus terbagi. Otomatis berpengaruh pada menu makanan yang diperolehnya. Apalagi kalau jenis saingannya adalah anjing berkelas dan mahal, pastilah lahir arogansi tersendiri.

Hal yang membahagiakan adalah ketika tuannya mengajak jalan-jalan bertemu dengan kolega. Kesempatan tersebut tentunya digunakan untuk mencuri perhatian mereka, untuk sekedar dibelai, dicubit, atau dikasih roti dan tulang di muka atau di belakang si boss. Hal tersebut dikenal dengan istilah polianjing, dan sah di dunia anjing. Bahkan merupakan cita-cita anjing yang selalu ditutup-tutupi.

Tempat Untuk Sembunyi

Tiko, okto 2008


Bukan lagi muluk dalam berkesenian
Tidak berangan memiliki rumah gedongan
Mobil dan motor yang harganya ratusan juta rupiah
Lukisan dengan harga milyaran rupiah
Diantri berjajar puluhan kolektor
Dijunjung-junjung kurator
Dilipstiki kritikus
Diulas tiap hari oleh koran dan majalah
Ditayangkan siang malam oleh televisi
Sebenarnya simpel saja, di apresiasi
Dengan wajar di ijinkan sesekali
Terpajang di dinding-dinding gallery sendiri
Maupun bersama saudara-saudaraku disana
Lukisanku tiap hari menangis
Drawing-drawingku mengerang
Coretanku menjerit…

Teriakannya pada suatu hari:

“Kenapa kau sembunyikan aku, kau sandingkan debu dan sarang

Kau gulung seperti tikar

Kau telingsutkan di gudang gelap nan lembab

Jamur, Coro, Tikus, Teter, Nyamuk

Mereka, mereka yang engkau suruh

Mengapresiasi aku, mencakarku, mengoyakku, mengencingiku.

Masih adakah manusia di situ!”

(Aku terperanjat) “Hey karya tolol, karya jelek, jangan salahkan aku. Seorang sahabat yang beberapa tahun lagi akan menjadi buah bibir, yang orang-orang akan berdecak kagum pada tehnik dan ide-ide karyanya mengatakan perbaiki terus karyamu.

Artinya emang kamu cocok jadi sampah.

Jangan memarahiku apalagi mempengaruhiku.”

“Tapi aku telah kau buat, telah kau lahirkan. Engkau bertanggung jawab penuh- kau harus terima bagaimanapun aku.”

“Aku mengerti itu, dan bukan berarti aku tak mau memperkenalkanmu, mengeluarkanmu, menunjukkan rupamu kepada mereka, melainkan melainkan mereka tak ada yang mau menoleh kepadamu, mereka hanya melihat sesuai dengan yang dinginkan perut, mata, telinga, dan kelaminnya, sesuai dengan kesenangannya.

Jangankan melihatmu, melihatku saja harus sesuai dengan penalaran mata mereka.”

“Dan kamu membela mereka”

“Bukannya begitu, aku adalah bagian dari keseluruhan mereka”

“Bagaimana jika nanti kamu harus mempertanggung jawabkan ini semua”

“Aku juga tidak tahu, harus berbuat bagaimana lagi. Apakah aku harus menggali lobang-lobang terowongan cacing untuk bersembunyi dari terik matahari ini, sedangkan kenyataannya sudah tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi.”