Karakter Kurator (KarKur)

Tertulis dalam sebuah kitab seni rupa; Tugas kurator adalah memberi jasa perencanaan dan pelaksanaan suatu pameran seni rupa, dimana di dalamnya adalah selain praktek pameran, tetapi juga dapat membangun wacana representasi seni yang dibuat. Yang nantinya dapat mencerminkan kondisi situasi, visi dan misi serta citra yang dibangun dalam pameran (Mikke Susanto).
Biaya untuk jasa perencanaan tersebut terkadang sangat mahal, apalagi bagi seniman kacangan, seniman pemula, seniman sabuk putih atau dengan bahasa yang spesifik nan vulgar maaf, yaitu seniman kere. Akhirnya yang sering kita temui tak jarang dari seniman sendiri terpaksa berpuasa, tidak mencicipi resep/ menu andalan dari master chief kurator (..) dilaen pihak, harus atau terpaksa Maneges, atau mungkin ikutan Tiwikromo, ganti rupa kemudian ngosek… Memerankan dirinya mirip-mirip kurator.
Kadang bagi yang “dianggap” beruntung, entah dikarenakan faktor internal, ektsernal maupun faktor x, urusan dengan kurator tentu nggak jadi masalah, karena semua stakeholders adalah kawan an, tentu dengan berprinsip sama-sama tahu dan sama-sama mau, semua bisa diatur.
Terjadinya gesekan adalah hal wajar ketika dua atau lebih dari benda yang melakukan sebuah gerakan bersama-sama. Gesek -menggesek kepentingan itu katanya itu juga hal biasa. Bagi yang sudah memilikinya, Gesekan-Tekanan adalah jurus mutlak yang rasa nikmatnya tak terkira… eit, yang menarik adalah ketika pemicu aroma dan rasa dalam kecap no.1 tersebut, subyeknya tidak pada kecapnya melainkan, disetubuhi kepentingan-kepentingan lain yang ujung pangkalnya tak lebih sekedar ringgit Malaysia xixixi..
Kumpulan dari karakter kurator dibawah ini adalah apresiasi dari positif thingking dengan semangat humor. Bukankah cita-cita peradaban manusia adalah hingga tercapai kemuliaan hatinya. Jika teman, tetangga atau bahkan anak anda bercita-cita menjadi kurator, sudah tepat apa bila anda mendukungnya.
a. Kurator yang Baik adalah kurator yang belum kenal seniman maupun karyanya apalagi perjalanan kesenimannya, tetapi menuliskan hal-hal yang baik tentang diri seniman dan karya yang sedang dikuratorinya dalam baris-baris kalimat kuratorialnya.
b. Kurator yang Bagus adalah kurator yang siap selalu menuliskan dan berbicara yang bagus-bagus terhadap karya yang sedang disodorkan kepadanya untuk dikuratori.
c. Kurator yang Handal adalah kurator yang bisa di andalkan untuk mendongkrak karya dan reputasi seniman yang sedang dikuratorinya, sehingga berimbas baik, bagi diri kurator, seniman, galeri, dan lingkungan keseniannya.
d. Kurator yang Hebat adalah kurator yang tak pernah sambat ketika mendapatkan sodoran karya yang bermacam tingkat, sehingga tetap menghasilkan uraian catatan yang bermartabat yang siap membabat ketidak pahaman kita terhadap karya seni yang hebat.
e. Kurator Jenius adalah kurator yang serius menghasilkan tulisan penuh jejak prestisius, sehingga setiap karya yang dikuratorialinya dapat di amini orang sehingga menjadi semacam jalan lurus.
f. Kurator Cerdas adalah kurator yang cukup bercerita sedikit, tetapi nyantol neng ndhas.. ( maksudnya dapat mempengaruhi cara pandang keilmuan, serta pendewasaan pemahaman dalam membaca karya seni, dalam alam pikir masyarakat yang luas). Xixixi..
g. Kurator Mulia adalah mula-mula malu-malu tapi akhirnya; “mmm.., ya..ya..ya…”
h. Kurator yang Lurus adalah kurator yang siap sedia mengurus setiap pemberitaan yang baik-baik dari seniman dan karyanya di media sehingga dipastikan tak aka ada yang masih terlihat kurus dalam jaringan kroni koleganya.
i. Kurator Bersahaja adalah kurator yang bersedia melakukan usaha apa sahaja untuk menaikkan gengsi karya seniman tanpa membedakan kelas kasta dan usia, sedetail-detailnya, sehingga karya yang dikuratorialinya selalu tampak hebat di mata siapa saja.
j. Kurator yang Menarik adalah kurator yang ketika membuat tulisan mengenai karya seseorang, mampu meniupkan bisik ditelinga orang yang awalnya memandang sebelah mata karya tersebut, sehingga berbalik menjadi begitu tertarik terhadapnya.
k. Kurator Jhos adalah kurator yang cukup mencantumkan namanya saja, tanpa banyak cing-cong orang-orang selalu manggut-manggut dan bilang baghoos-baghooss..
l. Kurator Spektakuler yaitu kurator yang tak perlu jelas sepak terjangnya, tetapi cukup dengan sekali colek, kurator-kurator yang lain takluk dan menyerah teler.
m. Maka Kurator yang Mempesona adalah kurator yang siap juga disuruh buka pameran, dan cukup dengan bersuara ha, ha, ha, seluruh hadirin riuh bertepuk tangan dan tertawa gembira.
dan jika dalam diri seseorang memenuhi ke- tiga belas kriteria kurator diatas, Pak Mario Tegoh mungkin tak akan sungkan menambahkan dalam tulisan ini sebutan bagi kurator ke empat belas yang belum masuk dalam urutan di atas, yaitu Kurator Luar Biasa!!! Maka tak salah di dalam kitab yang laen beliau (Mas MikeS) mengetik; Mereka (Kurator, Pengamat, Kritikus) adalah orang yang memiliki “kecanggihan” dalam menaikkan eksistensi perupa. Bukankah kita seringkali menemui mahluk tersebut berada dalam satu badan. Mungkin di dalam diri anda juga ada bibit2 kurator, pengamat sekaligus kritikus dalam pengertian yang luas…

Tiko, jagan, 10-3-2010

Pemakan Benih



Pemakan Benih,drawing on paper

teko luweh :-)

BELIAU MENJENGUK

Suatu malam yang sunyi dan tenang aku terjaga. Kudengar sayup-sayup bacaan al-Quran dari kamar kakakku. Alhamdulillah, ucap syukurku dalam hati. Tak biasanya dan sudah sangat lama aku tidak mendengar dia membaca kitab suci. Setahuku selama ini kitab sucinya telah berganti; yang pertama adalah tabloid Bola, yang kedua majalah OtoSport, dan yang terakhir adalah Katalog Pameran Seni Rupa. Bagaimana tidak setiap selasa dan jumat ia membeli tabloid tersebut, setiap sebulan sekali beli majalah Oto dan setiap hari kerjanya bolak-balik lembar katalog yang semakin hari terus bertambah setiap kali ada acara pembukaan pameran. Aku sebenarnya sangat sayang kepadanya, dan menurutku pola hidupnya semakin hari semakin tidak sehat. Makan-nya tidak teratur, setiap malam bergadang, kopi dan rokok tak ada indikasi untuk dikurangi. Walaupun sering kutegur, tetapi selalu saja ada alasan yang dikatakannya.
Kutengok jam didinding kamar, pukul 01:12. Karena kepalaku agak pusing, akupun melanjutkan tidur lagi. Siapa tahu mimpi indah yang tadi, boleh kusambung kembali… Keesokan harinya aku masuk kekamar kakakku. Ia sedang asyik dengan kuas dan catnya. Melukis adalah panggilan hati, kata-katanya yang selalu kuingat. Padahal menurutku melukis adalah buang-buang waktu, pemborosan cat dan tenaga, untuk suatu hal yang belum tentu ada untung-manfaatnya. Pendapat yang sangat subyektif ini, merupakan implementasi dari kehidupan kakakku sendiri atas perjalanan kehidupannya yang sesekali kubaca dan kucatat. Memang sih banyak juga dari teman-temannya yang “berhasil” dalam karier melukis. Tentu saja berhasil dalam pandangan masyarakat umum sekarang. Setidaknya indikasinya adalah kebutuhan ekonomi yang tercukupi, dan setidaknya punya tabungan masa depan, karena profesi ini saya lihat cukup beresiko. Haha.. namun debat dan tukar pikiran dengannya selama ini belum memuaskanku, selain meluasnya pandanagnku dan pengenalanku kepada siapa jati diri kakakku yang sebenarnya sebagai salah satu lulusan kampus seni terpandang di Yogyakarta. Andalannya adalah lukisan itu termasuk infestasi,… iya, infestasi untuk makanan rayap dan tikus sanggahku.
Akupun mulai ingat apa tujuanku hari ini, oh ya, mencari tahu ada angin apa semalam, kok putrid dengar kakak membaca atau lebih tepatnya nderes kitab suci semalam, tanyaku ketika membuka obrolan.
“Ah, kata siapa kakak nderes kitab suci semalam?” Jawabnya.
“Alah, ngaku aja kak, sudah tobat yah?? Atau lagi putus cinta, atau jangan-jangan mau melet cewe?”. Desakku mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan disembunyikan dariku.
“Melet cewe, tuh buat si Azza, biar lengket sama kakak.” Katanya.
“Ia kan cantik, pinter ngaji, anak tunggal, bapak ibunya haji, kaya dan baik hati.” Selanya lagi.
“ Ah, gak mungkin percaya. Azza kan cuma dewi khayalannya kakak, lah ngelantur lagi dech…” jawabku sambil nyengir. Sebuah jawaban yang tak pernah serius dalam menerima pertanyaanku.
Kakakku yang satu ini emang susah ditebak apa maunya. Banyak main rahasia-rahasiaan padahal sama adiknya sendiri. Tapi itu tak jadi masalah, karena suatu saat pasti ia menerangkan atau memberi tahu apa yang sedang dalam pikirannya. Atau pilihan tindakannya dimasa lampau. Dan aku terkadang juga tidak ingin mengerti terlalu jauh apa yang memang sedang disembunyikannya. Rencana jangka pendek maupun jangka panjang kehidupannya adalah sebuah jalan bukannya tujuan. Aku menyimpan doa disana, bersama setiap anggota keluarga kami.
Kulihat kitab suci al-Qur’an di atas rak bukunya. Terlihat usang, sudah tak bersampul kover tebal yang biasanya menjadi satu bagian dengan kitab suci. Di pangkal dan ujung tiap lembarnya terlihat tidak sejajar atau tidak rata lagi, melainkan sudah banyak yang menggulung ke atas, bahkan beberapa halaman awal, terlihat robek di sepertiga atasnya. Menunjukkan sudah cukup berumur atau setidaknya sering dibuka oleh pemiliknya.
Melihat pemandangan artistik dari kitab suci dikamar kakakku, hatiku agak trenyuh. Dalam pikirku, kenapa aku tidak membelikan al-Qur’an baru untuknya. Maka dalam hati aku ingin menghadiahkan kepadanya disaat lebaran nanti atau saat nuzulul Qur’an dimana sebagai pengingat turunnya wahyu al-qur’an.
Dia tiba-tiba berkata “Tidak usah kamu belikan yang baru, kitab itu punya kenangan tersendiri buat kakak. Kamu ingat Pak Jun? beliau orang pertama yang mengajari kita membaca alqur’an dengan tajwid dan kaidahnya”.
Aku mengangguk. Beliau adalah guru dengan spesifikasi bacaan al-qur’an dikampungku, yang sudah wafat kurang lebih tiga tahun yang lalu. Di hadapan beliau, Kakak ketika mengaji seringkali menggunakan al-quran tersebut.
Kakakku melanjutkan perkataannya “Tadi malam seakan-akan beliau hadir di sini, menjumpai kakak yang semakin tak berarti.”
“semalam aroma minyak wangi yang sering beliau pakai tercium begitu kuat di benak kakak.”
“ Mungkin saja bekasnya masih meresap menyatu di al-qur’an ini, karena kakak selalu mencium tangan beliau seusai mengaji. Dan ketika berjalan pulang ke rumah, aroma minyak yang turut melekat di tangan bersama keringat ruhani menyatu dengan kitab suci yang tergengam erat di dada.”
Mendengar penjelasan itu, aku teringat betul masa-masa sebelum pergi melanjutkan belajar di Jogjakarta, dimana aku meminta restu kepada beliau. Dengan dipimpin beliau, kami bersama kawan-kawan dengan semangat membaca tahlil dan Sholawat kepada nabi Muhammad. Saat itu suasana malam terasa terang benderang penuh keasyikan walaupun kampung kami sangat jauh dari gemerlapnya kota.
Setelah itu aku pun mencium aroma minyak yang tak asing dalam benak ingatanku, Kami pun tertunduk diam, menghadiahkan bacaan sirr ummul kitab kepada beliau yang begitu menyayangi dan kami hormati.

Samitalona, 6 Agustus 2010

30 LINGKARAN WARNA

ZEBRA, batik.


Wirid dan Kerjakeras

oleh: Emha Ainun Nadjib

Tanah tanpa tanaman itu omong kosong, tahayul atau klenik. Manusia yang tidak mengakarkan dan menumbuhkan tanaman di atas tanah, akan hanya menjadi manusia hutan belantara yang hidupnya bergantung pada tanaman sunnah (tradisi penciptaan) Allah.

Hidupnya sudah produktif, tidak kreatif, tidak inovatif, dan itu artinya tidak setia kepada daya kerja dan kewajiban menggerakkan kehidupan yang berasal dari Allah.

Tanaman yang ditumbuhkan hanya di pot atau tabung yang memisahkan hubungannya dengan syariat bumi, alias hanya mengeksploitir bumi itu dengan hanya mengambil beberapa jumput tanah untuk ditaruh untuk ditaruh di dalam pot itu - juga tidak akan menemukan daya guna maksimal dan potensialitas alam.

Dengan batas 'kosmologi' pot itu manusia jadinya juga memutuskan hubungan dengan sumber, sehingga tidak akan tercapai pula titik tuju kehidupannya. Ia bersikap a-historis terhadap sejarah eksistensi kehidupannya, serta berlaku tidak ilmiah terhadap kenyataan dirinya.
Ia akan hanya memperoleh sukses yang palsu, kemajuan yang menjebak hari tuanya, produk yang temporer dan tidak sejati, dan akhirnya penyesalan menjelang maut.

Kita tidak ikut memperjuangkan proses kelahiran diri kita, sehingga tanggung jawab kita kepada diri kita sendiri secara alamiah cenderung kalah mendalam dibanding tanggung jawab Bapak kita atas diri kita.
Tapi karena Ibu-lah yang lebih menghayati kesengsaraan dalam melahirkan kita, maka tanggung jawab Ibu atas hidup kita lebih mendalam dibanding tanggung jawab Bapak, dan terlebih lagi dibandingkan dengan kadar tanggung jawab kita atas diri kita sendiri.
Namun demikian tanggung jawab siapapun atas diri kita tidak ada sejumput debu dibanding besarnya, agung dan setianya tanggung jawab Allah atas kehidupan kita. Karena peranNya dalam proses penciptaan dan pelahiran atas kita sama sekali jangan dibandingkan dengan peran Ibu Bapak kita.

Allah sangat konsisten, setia, mesra dan amat bertanggung jawab terhadap nafkah kita, rejeki kita, kesejahteraan kita, keselamatan dan kebahagiaan kita.
Indahnya tanggung jawab Allah itu akan sangat tampak jelas di mata ilmu kita dan kesadaran batin kita apabila pola pandang yang kita pakai dalam menilai apapun saja yang kita alami ini - berperspektif dunia akhirat, bukan hanya melalui kalkulasi dan atau berskala dunia saja atau akhirat saja.

Wirid yang kita lakukan ini berfungsi dialektis.
Pertama, ia merupakan wujud tanggung jawab kita kepada kemurahan Allah atas kehidupan kita.
Kedua, wirid itu sendiri merupakan salah satu 'perangsang' bukti tanggung jawab Allah atas hidup kita.
Semakin kita mewiridkan kekuasaan dan cintaNya di sisi kerja keras kita setiap hari, semakin Allah menunjukkan bukti tanggung jawabNya.

Sesayang-sayang Bapak dan handai tolan kepada kita, jangan pernah dipertandingkan melawan rasa sayang Allah kepada kita.
Secinta-cinta Ibu dan sanak famili kepada kita, jangan pernah dikompetisikan melawan kadar cintaNya kepada kita.
Ada perhubungan cinta segitiga, antara Allah SWT, Rasulullah Muhammad SAW dengan kita. Akurasi dan maksimilitas kabulnya doa kita dan suksesnya kerja keras kita, sesungguhnya minimal berbanding sejajar dengan frekwensi dan kedalam wirid kepada Allah dan RasulNya, maksimal satu wirid menjadi tujuh batang pohon barokah, di mana dari setiap pohon barokah itu terlahir seratus buah pada masing-masingnya.

Saya mengajak Anda semua pergi ke sawah lantas mencangkulnya dan menanaminya dengan kemajuan hidup dan bukannya pergi ke sawah untuk duduk bersila dan berwirid dengan harapan tanaman akan tumbuh dengan sendirinya.
Sambil bekerja keras atau disela-sela kerja keras itulah kita berwirid.
Dengan tujuan, pertama wirid itu akan merabuki tanaman kita sehingga berbuah barokah, dinamis, investatif, produktif dan menyimpan rejeki-rejeki tak terduga.
Kedua, kita sama sekali tidak mampu menjamin bahwa kita akan terus sukses, terus 'berkuasa' atau terus 'punya' ini itu. Dalam hal itu tradisi wirid akan menghindarkan kita dari keterjerembaban ke titik terendah dari kehidupan alias kondisi faqir.

diunggah ulang dari:
http://forumm.wgaul.com/printthread.php?t=22423&pp=15&page=2

Eksperimen apa lagi neh...??



kk, 2010

Si Gondrong dari Karangjati

Karena ayah sudah tak pelihara ayam
Bangunku semakin siang . . .
Untunglah, kemajuan teknologi telah merekayasa nada mirip ayam jago
Walau tak begitu menawan
Tetapi cukup sebagai alarm, Pengingat waktu
Kalau sekarang sudah Pukul 04:51
Saat biasanya si jago mulai merayu matahari
Untuk berbagi Kehangatan dipagi hari

Dengan secangkir kopi sehabis mandi
Rokok kretek 234 pasangan sejati
Sebelum ngantor tak lupa amunisi
Nasi goring telur buatan sendiri
Tak kalah nikmat dari ayam goreng Ny. Suharti
Atau gudeg bikinan si cantik Windari
Yang memilih nikah dengan polisi
Dari pada Si Gondrong dari Karangjati

Kini aku wartawan Koran sehati
Mencari berita kesana-kemari
Ku tulis artikel dengan senang hati
Tetapi,
Dengan setumpuk rasa bangga ku akui
Yang baca baru aku sendiri
Dan kalian yang tersesat disini
Xixixi . . .
Xixixi . . .

Tiko, 23-7-2010

Sebaris Catatan dari Pameran tunggal M. Aidi Yupri, Alam Menggugat

Kali ini, ijinkanlah aza dan beberapa kawan yang lain belajar kepadamu tentang tekad yang kuat dari Pesan Hijau. Tentang sesuatu yang hari ini diperjuangkan, dianggap dan diyakini lebih baik dari hari kemarin, tentang kegelisahan, tentang harapan dan doa yang tetap kau lukiskan. Bacakan terus Pustakan Alam tersebut kepada kami, sehingga mata dan telinga sedikit-demi sedikit terbuka melalui jarak pandangmu, atas dasar ilmu pengetahuan alam yang engkau tekuni. Bisikkan apa yang ada Dibalik Cahaya itu, misteri kemegahan dan keindahannya, sehingga kami mampu mengetahui apa yang benar-benar Kokoh Berpijar dalam ruang gelap tak bertepi ini. Sehingga kami turut menjadi bagian dalam selembar Simbol Perdamaian dan menyadari Batas Medium keberadaan hidup yang sebentar ini.
Salam
Pesan Hijau-pun Sampai kepadaku, ketika seorang kawan memberikan kabar, bahwa malam hari itu, 21 mei 2010, mas Aidi Yupri sedang melangsungkan ceremony pembukaan pameran tunggal di galeri Mon Decor, Jakarta, setelah menunggu sekian lama, semenjak pameran tunggal tugas akhir di kampus ISI Yogyakarta. Tentu sangat seru jika aku saat itu bisa sampai disana, namun kebetulan aku tidak menjadi teman yang beruntung untuk hadir dalam pembukaannya, tapi itu tak jadi masalah. Lembar demi lembar catalog yang kulihat di rumah temanku, dan sedikit-banyak cerita darinya, membuatku seolah sudah lama mengenal dirinya.
Sebagai salah satu pelukis muda, Aidi Yupri termasuk dari mereka yang konsisten dan berusaha keras tetap progresif dan survive terhadap setiap keadaan yang sedang dihadapinya. Dalam beberapa kesempatan agenda perencanaan pameran tunggalnya, sempat beberapa kali tertunda, tetapi itu semua dapat diatasi dengan tenang, mengalir lembut seperti sungai di belakang rumah pamanku yang di kiri kanannya masih banyak pohon rindangnya, dan itu semua terdapat dalam refleksi dari dalam karya-karya mas Aidi. Kecenderungan melakukan kontemplasi religious terhadap ayat-ayat Tuhan yang terpampang di alam, dan bumi dan sesuatu yang tumbuh di atasnya, membuat dirinya berkesempatan melukiskan kembali Pustaka Alam. Sehingga kali ini kita dengan gembira berkesempatan mendengarkan tutur sunyi beberapa bab dan fasal yang akan dibacakannya, kepada mata-telinga kesadaran yang mempunyai kecenderungan lupa, melalui bahasa rupa.
Ada sebuah kotak pemikiran dari beberapa perupa, mengenai sempitnya jiwa atas pemahaman kepemilikan sebuah subjek matter, yang seringkali di nisbahkan pada nama seseorang. Contohnya seperti obyek batu adalah idiomatik milik perupa A, obyek telor adalah milik pelukis B, dst. Sehingga ada beberapa kedangkalan dan statemen yang keluar tidak langsung; sadar maupun tidak, diantara mereka, yaitu bagi siapa yang menggunakan subjek mater yang sama, akhirnya dianggap sebagai sang Pengekor. Padahal yang aza tahu, sejak dahulu telor dan batu tak pernah memberikan hak paten, harus lewat tangan siapa ia pantas dijadikan model lukisan, tak pernah menuntut diberi jatah bayaran setelah dijadikan model lukisan, dan tak punya ekor untuk dibagi-bagi kepada manusia yang melukisnya .Kira-kira hal tersebut juga sempat menjadi batu kerikil sandungan, tetapi mampu disingkirkan melalui keluasan pikiran mas Aidi, melalui kelahiran karya-karya berikutnya seperti dalam proyeksi kata-kata cerdas miliknya.
Deformasi Hijau adalah jawaban selanjutnya, atas kebiasaan kita atas eksploitasi terhadap alam, atas keberingasan kita mangenai hak irodah kecil yang dititipkan dalam diri manusia. Selanjutnya Biar Tampak Teduh merupakan penisbahan satiris atas keadaan yang dianggap angkuh dari pembangunan fisik yang dibangga-banggakan manusia kebanyakan, namun kenyataannya tak mampu selaras dengan alam. Sebagai bentuk kritik structural Aidi melukiskan bayang-bayang pohon besar nan rindang memenuhi hampir keseluruhan dindingnya, namun bukan bayang-bayang dalam arti sebenarnya, melainkan sebuah lukisan dinding atau mural di dinding gedung bertingkat lima dalam lukisannya.

Huruf Tanpa Kata yang Sarat Makna
Kakakku sering mengajakku berdebat tentang sebuah kata, katanya banyak kata yang kita sering salah kaprah dalam menggunakannya, dalam memahami maknanya. Kata adalah susunan huruf yang membentuk makna, sedangkan huruf adalah bagian terkecil dari kata, huruf bisa mempunyai makna jika dijadikan symbol, atau merujuk pada kependekan kata jika telah disepakati secara umum. Kata-kata adalah bentuk jamak dari kata, ketika disusun sedemikian rupa disebutlah dengan kalimat. Dengan berbekal kata-kata kehidupan manusia berlangsung. Yang terjadi sekarang, banyak proyeksi kata dipermainkan oleh akal dan lidah manusia, demi mendapatkan sesuatu. Dalam semangat pembangunan kita pun sibuk mencari-cari alasan, sibuk memproyeksikan kata-kata untuk membela diri dari kepalsuan teori kemajuan manusia yang berdasar semata-mata atas kemajuan fisik belaka. Kita semakin lupa arti keselarasan alam. Yang terjadi adalah lahan kosong dan hutan dijadikan ekspansi pembangunan. Tidak perlu cerita panjang-lebar tentang kerakusan manusia dengan pembalakan liarnya, kebakaran hutan, tanah longsor, kesulitan air, ekosistem, dan rangkaian panjang di dalamnya, catatan yang diberikan mas Aidi pun cukup jelas: Cukup Satu Kata ‘Pohon’ , dalam sebuah lembar halaman buku, yang dibuka lebar-lebar yang semua huruf merapat dalam satu kesatuan bentuk, saling tumpang tindih, satu dengan lainnya membentuk formasi visual dalam komunal obyek pepohonan, yang menjadi materi subyek karya. Benar, Tak diperlukan banyak kata untuk sesuatu yang sudah kritis!!!

Dari sesuatu yang bening itu, pandangi dengan jernih

Yang aza tangkap dari lukisan-lukisan mas Aidi yang lain adalah perasaan halus dari dalam dirinya, yaitu tentang harapan, berupa sebuah kedamaian bukan hanya bagi umat manusia, melainkan dengan alam dan bumi sebagai patner kehidupan. Dalam lukisan Satu Untuk Bumi, dibalik kaca bening, dua bolam lampu yang di distorsi menjadi satu dalam format horizontal, yang di dalamnya dilukiskan dua tangan dengan warna kulit berbeda saling berjabat tangan, perbedaan tak menjadi alasan untuk kesediaan bersama-sama menjaga kelangsungan kehidupan bumi yang lebih baik, sehingga kawat pijar dari tangan manusia tersebut menghasilkan cahaya kedamaian, kesejahteraan untuk manusia sendiri dan bumi yang ditempatinya.
Sebagai penutup, aza ucapkan selamat dan sukses atas pameran tunggal kali ini, semoga kedalaman perenunganmu dapat diterjemahkan dengan lebih baik dan lebih luas oleh teman-teman yang lain. Sehingga lebih bermanfaat hadirnya karya-karya tersebut. Karena aku yakin kedangkalanku dalam membaca karyamu, tidak akan mengurangi siapa saja untuk lebih menyelami kedalamannya. Kapan-kapan ajaklah aza untuk turut serta menanam pohon sebagai baktiku pada bumi, seperti yang pernah kau lakukan di lereng bukit dekat rumah nenekku.

Aida-aza, mei, 2010

sign


...

RAHASIA DAPUR DAN MASAKAN IBU

Ibu adalah sahabatku yang baik. Ia tidak pernah menyuruhku untuk menemaninya di dapur. Yang diharapkan olehnya dariku yaitu; untuk selalu semangat belajar, sehingga menjadi anak yang pandai; dan aku menuruti saja perkataan ibu tanpa banyak bertanya apalagi membantah. Yang ku tahu, anak yang baik adalah anak yang patuh dan menuruti perkataan ibu. Dan aku berusaha membuktikan menjadi anak yang baik di mata ibu.
Semakin bertambahnya umur, aku pun ingin seperti ibu; khususnya dalam urusan dapur. Berawal dari pertanyaan sederhana; Mengapa ibu selalu bisa membuat masakan yang enak?; dan kenapa ibu bisa membagi waktunya dengan baik antara bekerja dan mengurusi rumah tangga; apalagi setelah ayahku sakit dan harus pensiun dari tempatnya bekerjanya, otomatis tulang punggung keluarga berada dalam gendongan ibu sendiri. Sedangkan aku dan adik-adikku masih sekolah semua. Namun, beban yang berat itu mampu disimpan rapat-rapat oleh ibu. Dimana ia menyimpan perasaan itu?, sedangkan sinar mata yang teduh selalu menghiasi hari demi hari dan tanpa sekalipun menunjukkan rasa lelah. Banyak pertanyaan yang bermunculan di kepalaku, dan semakin hari semakin banyak…
Semakin aku kagum, akupun secara diam-diam mengamati aktifitas ibu ketika dirumah, seusai beliau pulang dari tempat kerjanya. Aktifitas ketika di dalam, di halaman, dan di sekitar rumah. Apa yang dikerjakannya menjadi perhatianku. Dan aku pun mulai membantu sedikit demi sedikit, walaupun ibu tak pernah memintaku untuk membantu pekerjaannya. Hingga sampai ada sesuatu yang lain ketika beliau berada di dapur. Ya, di dapur adalah tempat ia betah berlama-lama, selain di ruangan tempat khusus untuk sholat.
Setelah kupikir-pikir, betul juga; dari dapurlah aku, adik-adikku, dan orang tuaku biasa berkumpul ketika waktu makan tiba. Sambil membicarakan apa saja dalam suasa santai, atau dengan nonton teve. Aktifitas berkumpul dalam suasana santai inilah, yang menjadi pintu terbuka segala keluh kesahku, atau cerita kejadian lucu di sekolah adekku. Semua bisa di bicarakan; sehingga kami pun merasa lega, dan saling mengenal satu sama lain secara alamiah. Masakan ibu dan dapur itulah kuncinya.
Naluri belajar hal yang berhubungan dengan dapur pun semakin kuat. Ya, aku harus bisa memasak seperti ibu. Mula-mula aku Cuma menemaninya; melihat apa yang dikerjakan ibu. Kemudian memegang pisau, menyiapkan bumbu, mempelajari takarannya, dan seterusnya. Sedikit demi sedikit aku mengerti dan mampu menyuguhkan masakan yang mirip-mirip bila di bandingkan dengan masakan ibu; dari model, fariasi dan rasa masakan, sehingga tidak terasa membosankan. Bahkan kemampuan ini aku rasa semakin berkembang ketika aku belajar di jogja.
Cita-cita dari semua masakan adalah pencapaian kenikmatan rasa. Entah masakan dimodel seperti apa, dimodifikasi hingga menjadi apa, sehingga mata dan hidung tersandra untuk mencicipi; pada akhirnya rasalah yang menjadi jurinya. Memang sih, takaran rasa berbeda-beda dan selera tidak bisa diperdebatkan.
Yang menjadi alasan aku menulis catatan ini adalah: mengapa rasa masakanku di hari itu tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Seolah pengalaman, pertimbangan rasional, dan naluri yang pernah kupelajari dari ibu menjadi hilang. Ini yang salah cara memasakku atau ada yang salah di lidahku? Atau ada faktor lain; apakah faktor itu ibu..?
Apakah ibu juga pernah mengalami yang seperti ini? Jika pernah bagaimana itu bisa terjadi, dan bagaimana cara mengatasinya?
Ibu masih banyakkah pelajaran yang belum kau sampaikan kepadaku?
Atau pelajaran yang belum mampu ku pahami darimu?
Ibu, aku ingin seperti ibu, cukup dengan masakan, mampu membuat kami semua berkumpul, tersenyum, bercerita dengan aman kepadamu. Dan tentu saja mampu menyuguhkan makanan lezat untuk kekasihku itu.

Samitalona 27.01.10

Hingga Pagi Tiba

Arjuna masih saja mengejar dewi larasati…,
padahal sembadra dan srikandi sudah menjadi istrinya.
Sementara azan subuh mulai terdengar dari pengeras suara masjid,
yang merambat melalui udara pagi hingga ke kamar kontrakan.
Pak dalang masih asyik memainkan dialog dari dalam radio.
Iringan gamelan pun tetap semarak tanpa henti.
Semakin hangatlah suasana hati.
Suasana seperti ini,
yang damai,
di selimuti dalam sisa semangat,
dengan sedikit rasa capek di badan,
sungguh nikmat untuk rebahan pun sujud.

Hmm… sedang apa kamu di sana?
Ingin ku sms saja tapi tak ada pulsa,
Maka kutunggu sms / telepon mu saja.
Bukankah kamu selalu ingin membangunkanku di setiap pagi.
Mengirimkan motivasi dan perintah-perintah suci.
Kasih, telah berlalu beberapa menit,
hp tak kunjung berbunyi
Emang, sejauh mana pelayaranmu malam ini,
Berapa kepulauan di bantalmu yang telah kau tandai.
Ataukah kali ini kau kembali melakukan illegal loging
Seperti saat aku menemani dalam tidurmu
Sroog . . . sroog . . . sroog . . .
Berapa pohon yang telah engkau gergaji
Sroog . . . sroog . . . sroog . . .
Dan tetap saja, bagianku adalah berjaga-jaga,
Jangan sampai pengawas hutan melihat
Hal yang sedang kau kerjakan
Saat malam hingga pagi tiba

Tiko, 20 juli, 2010

Sapa di pagi buta

Di Semarang mungkin masih malam,
Bintang - gemintang masih bergelantungan di langit-langit, dan
Dingin udara sehangat suhu kamar,
Sehingga,
Kekasih merasa nyaman dalam lelap tidur nan panjang . . .
Jogjakarta pun tak jauh beda,
Ayam telah menyapa sahabat mereka,
Yang selalu setia menemani malam,
Dalam sunyi dan diam.

Tiko, yogya, 19 juli 2010

ORANG – ORANG DALAM LORONG

Oleh : Arif SUlaiman


Tadinya Aku enggan untuk keluar

Tuk sekedar menhirup udara segar

Sambil kuteguk kopi segar dan juga musik Dangdut yang menggetar

Hingga Lidah dan Bibirku bergetar


Telah lama kunikmati Kopi Dangdut itu

Oh……ternyata itu hanya ilustrasiku

Yang selama ini kugores dengan kuas satu demi Satu

Warna ini dan warna itu

Dari Kuning hingga kelabu


Aku cuma punya sedikit harapan

Barangkali !!! sudi kiranya Kamu keluar dari kedalaman

Melihat Banjir Bandang menggerus permukaan

Akar ,batang , ranting , daun ,dan perbukitan


Aku hanya memohon!!!!!!!!

sedikit berikan kesan ,pesan dan sedikit pengamatan

Untuk Aku melangkah berkesenian

Dengan kehormatan dan penuh keiklasan



Rambeanak, Mungkid, Mgl,26-01-2006

KORBAN TELEVISI (Bermimpi jadi…????????)

Oleh : Arif SUlaiman


Hanya sesuatu …..

Yang memenuhi mata dan telingaku

Semua seolah tertawa……….

Semua seolah Menangis……….

Semua seolah menjadi manis………

Semua seolah menjadi Modis………..

Semua seolah menjadi sok Agamis dan hanya mensucikan dirinya dengan lipstick

Semata

Tanpa mereka tau apa itu Art atau tis

Dua penggal kata ??????????????????????

Yang kalau digabung jadi ARTIST.

Hanya satu kata …???Tapi syarat akan makna???


Semua seolah berlomba

Semua seolah berkelana

Ke alam mimpi yang paling sempurna

serba cepat ?Tapi tak dapat??????

Itu hanya sebuah gambaran yang di permukaan saja

Dan akan cepat sirna

Bagai pelangi di senja kala

Saat hujan mulai reda


Magelang , 22 Desenber 2005

Empat-Kosong


Sebetulnya, saya tidak terlalu berambisi menuliskan hal ini, tetapi malam itu Empat-Kosong; berbisik : Sempat tidak sempat, ditulis dong,…, yowislah kutulis juga untukmu.
dan dengan menyempatkan diri menuliskan ini, juga bukan berarti AC.MILAN adalah tim yang tidak berkelas, atau Manchester Utd. (MU) adalah segalanya. Saya tetap menaruh hormat pada skuad Merah-Hitam, dan para Milanisti, termasuk kepada my pren Kope’ yang selalu setia mendukung Milan.
Suguhan permainan mereka sebetulnya sama-sama bagus, dan begitulah permainan, kadang menang-kadang kalah, dan kadang harus seri, dan malam itu mungkin MU lebih beruntung dibandingkan Milan. Banyak yang bisa ditulis dari dua leg pertemuan mereka. Bagi seorang yang masih aktif maen bola, tentu lebih menyenangkan jika yang dibahas adalah keindahan tehnik, kualitas pemain, dan strategi team. Karena sudah lama absen maen bola, dan cuma sering duduk dibangku penonton sebagai sporter, akan saya coba menangkap bola –bola yang berada diluar lapangan saja, dari pertandingan tersebut.
Mari tidak usah terlalu mengingat dua gundulan spektakuler “Gundulan Pisang dan Gundulan Tiba-tiba” dari anak muda, yang menjadi moment penemuan kepercayaan diri kembali, bahwa kepalanya juga tak kalah tajam dari kedua kakinya, dan akhirnya ketajaman gundulannya kembali dibuktikan dek Rooney ketika main di kandang MU, Old Trafforld Stadion. “Lagi On fire”, para pengamat sering mengatakannya. Proses terjadinya dan aspek keindahan gol yang tercipta dimalam itu tidak akan di bahas disini, paling ditelevisi dan Koran sudah banyak yang mengulasnya.

Bola itu bundar, banyak sisi sudut pandang yang dapat kita lihat dari sana. Sebagai sesama penggemar permainan sepak bola, Setidaknya ada tiga hal menarik yang diajarkan dari kawan-kawan suporter Setan Merah di sana.
Manch. United identik dengan warna merah, julukannya adalah the Red Devil atau setan merah, dengan warna seragam utama merah membara sebagai ciri khasnya. Jika United main di Old Traffold, para pendukung setia akan memerahkan stadion dengan atribut serba merah. Namun ada yang berbeda dengan malam itu, mereka, para sporter united mengikatkan syal dileher, dengan warna yang berbeda. Yaitu warna poleng atau selang-seling antara kuning dengan hijau, ada apakah gerangan? Ya, itulah kelebihan tingkat intelektualitas yang dimiliki mereka. Itu adalah sebuah pelajaran budaya yang baik, dan menarik. Kefanatikan mereka terhadap warna merah, tak menghalangi untuk mengolah dimensi fikiran lebih jauh. Merah sering diartikan dengan keberanian, semangat. Tetapi ada juga makna yang laen, yaitu kesepakatan bersama di antara kita terhadap nyala lampu traffic ligh di jalan raya. lampu merah kita maknai berhenti, lampu kuning bersiap, lampu hijau kita jalan. Maka diambilnya dua warna; kuning dan hijau itu adalah sebagai bahasa non verbal yang cerdas untuk perjalanan United di babak 16 besar kemaren..
Di Inggris lagi musim dingin, tetapi ribuan pendukung United tetap datang dan setia ke stadion dengan keinginan yang sama, United jalan terus, melaju menuju ke babak perempatan final Liga Champion. Syal yang juga difungsikan sebagai penangkal rasa dingin, media penghangat, dan tentu saja menjadi produk merchandise yang memiliki itungan menejemen ekonomi tersendiri. Syal berwarna kuning- hijau terbukti sangat efektif dalam menyampaikan pesan dan aspirasi merek,a ketika ribuan pendukung mereka mengikatnya di leher, di atas kaos merah kebanggaan United. Coba bayangkan perasaan apa yang meliputi pemain united ketika melihat itu, dan seberapa besar efek suntikan moral yang didapatkan saat melakoni pertandingan tersebut.

Kedua kritik terhadap sistem menejemen yang dewasa juga ditunjukkan mereka. Dengan membentangkan spanduk raksasa dengan tulisan LOVE UNITED HATE GLAZER, apa artinya, Glazer adalah salah satu pemilik modal besar di united yang berasal dari Amerika Serikat. Kabarnya ia lagi mengalami kusulitan keuangan, dan salah satu solusi yang akan diambil adalah dengan menjual pemain-pemain bintang ke klub lain. Tentu saja hal ini tidak di sukai oleh pendukung united, karena akan berimbas pada kualitas permainan team dan prestasi yang akan diraih. Kepedulian suporter yang merasa memiliki United begitu besar, Tanpa takut-takut memungkinkan hadirnya tulisan itu. Setidaknya memberitahu ada sesuatu yang perlu diketahui lebih jauh oleh publik dan suporter yang laen, kenapa Glazer di benci, padahal statusnya adalah pemilik klub tersebut.
Welcome home Becks, tulisan itu juga sering di tangkap kamera, tulisan dalam bentuk spanduk itu juga dibawa oleh sporter MU, itu adalah kalimat hangat penuh nuansa cinta dan kerinduan, rasanya seolah ditujukan kepada anggota keluarga yang disayangi ketika pulang ke rumah setelah berpergian cukup lama dan jauh. Dan sepertinya memang seperti itulah adanya. Siapa sebenarnya Becks? Beckham adalah pelikan emas yang pernah dimiliki United, ia jebolan akademi sepak bola United, namanya melambung bersama united karena perannya mempersembahkan treble winner di tahun 1999. Dan untuk kali ini ia datang dengan berseragam Milan tim yang sekarang dibelanya setelah sempat juga sebelumnya membela LA Galaxy dan Madrid. Beckham pun menyambut hangat sambutan spesial yang diberikan kepadanya oleh suporter United dengan berjalan menatap penonton dengan senyum mengembang dan memberikan tepuk tangan balasan sebagai ungkapan rasa terima kasih terhadap mantan penggemarnya. Datang sebagai rival, tak tak mengurangi keprofesioalisme Beckham terhadap mantan teamnya, terbukti ia selalu memberikan umpan2 manja kepada barisan depan Milan, tetapi saying tidak mampu di maksimalkan striker Milan dengan baik. Bahkan Beckham juga sempat mengejutkan publik Old Trafforld dengan tendangan first time yang sangat keras kearah gawang, untung tendangan itu masih mampu ditepis keluar oleh kiper om Van der Sar. Ya, United tidak melupakan sejarah, kenangan indah yang pernah dimiliki mereka, Beckham dan Sporter United sangat njawani dalam hal itu.
Keesokan harinya, tgl 11 kebetulan ada acara kumpul-kumpul Areezan dirumah temen, biasalah klo ketemu teman ada ritual berjabat tangan, karena hal itu bisa memper erat hubungan batin antar teman. Salah satu penggemar United disana, karena kebetulan datangnya lebih awal, dengan cengengas-cengenges mengucapkan terima kasih, ketika teman-teman yang datang belakangan menyalaminya. Ternyata dengan berkelakar; teman-teman yang menjabat tangannya diposisikan sedang memberikan ucapan selamat ,” terima kasih2… telah memberikan ucapan selamat..” ucapnya, karena MU; tim favoritnya habis menang besar dari Milan.
Ah… ada-ada saja.

dek Tiko, 13,03,2010

KOREKSI KASIH SAYANG IBU DAN ANAK

Secara gak sengaja ku temukan sebuah peribahasa yang berbunyi: Kasih Ibu sepanjang jalan, Kasih anak sepanjang penggalan; yang artinya disitu ditulis: kasih sayang ibu tiada terbatas, tetapi kasih sayang anak terbatas tak tetap, kadang-kadang ada dan kadang-kadang pula tidak ada. Dahiku menjadi berkerut setelah membaca kalimat itu; benarkah kita sebagai anak menerima peribahasa ini dengan serta merta dan menelannya tanpa mau mengunyahnya terlebih dahulu?
Lalu bagaimana pepatah itu sampai tercatat dalam khasanah peribahasa Indonesia. Siapakah orang yang pertama kali mengatakannya, dan dengan inspirasi serta argumen apa sehingga pepatah itu sampai terlontar dan ditulis oleh para pencatat?
Apa karena kita mempunyai lembaran-lembaran catatan dari masa lalu seperti kisah malin kundang, si umang, dan mungkin cerita-cerita lain dari daerah kalian, sehingga pepatah itu menjadi sah kelahirannya; ataukah melaui penelitian dan pengamatan yang cukup lama sehingga menangkap gejala yang kuat terhadap indikasi polah tingkah anak-anak saat itu yang memang kurang serius dalam membalas dan memberi timbal-balik atas kasih sayang dari ibunda-nya; Jika indikasi kedua itu benar adanya berarti tidak ada yang salah dalam peribahasa tersebut karena mengungkapakan sebuah kenyataan. Lalu pertanyaan berikutnya sejak kapan peribahasa itu muncul? Dan apa imbasnya? Bukankah dalam siklus yang normal seorang anak perempuan juga akan menjadi ibu, lalu akankah menjadi semacam mata rantai hutang anak kepada ibunya yang sangat panjang, Kemudian disusul oleh pertanyaan; apakah kita sebagai anak merasa bangga karena telah mewarisi dan akan meninggalkan warisan selarik peribahasa seperti itu? Dan akhirnya sebagian teman yang lain menggunakan peribahasa itu untuk menjadi pemakluman atas tingkah lakunya kepada ibunya, atau jangan-jangan pepatah itu ditujukan lebih spesifik kepada laki-laki? Kemudian untuk bapak-bapak-pun ikutan protes karena cemburu tidak di sebut serta dalam peribahasa tersebut? Belum lagi pertanyaan yang nanti keluar dari seorang ibu, yang yang pernah menceritakan kisah hidupnya ketika ibunya meninggal saat usianya belum genap tujuh tahun, ia tak ingat dan tak ada rekaman pribadi kecuali transformasi kasih sayang ibu yang dititipkan melalui kakak-kakaknya yang berjumlah tujuh dan ia menjadi lebih beruntung lagi karena masih ada catatan silsilah keluarga ibu yang jelas, yang membantu sedikit banyak mengenali siapa ibunya sebenarnya.
Beberapa hari yang lalu, aku mendengar dan melihat kabar berita lewat televisi tentang seorang ibu yang tega menjual anaknya seharga satu setengah juta rupiah. Uang hasil penjualan bayi itu digunakan mengganti hand phone milik tetangganya yang ketahuan telah ia curi sebab hp tadi teranjur dijualnya ke sebuah counter. Beberapa minggu sebelumya adekku “keceplosan” cerita tentang kawan kos-nya yang nekad melakukan aborsi terhadap janin dalam kandungannya karena ia belum menikah dan masih tercatat aktif kuliah di semester 5. Dan dalam beberapa hari ini semakin terkuak koreng kita lewat maraknya berita penjualan anak, aborsi, ibu yang tega meninggalkan anaknya yang baru dilahirkan di kebun, pos ronda maupun di tempat sampah. Kenyataan itu sungguh seharusnya membuat miris bagi siapa saja yang bersedia membuka mata dan telinganya. Lalu siapa yang bertanggung jawab atas itu semua? Kita tidak bisa serta merta menyalahkan ibu itu, kita harus lebih arif melihat persoalan ini. Karena latar belakang perempuan ketika melakukan aborsi bisa berbeda-beda dan penanganannya pasti juga berbeda. Dan catatan kecil ini memang tidak ditujukan untuk lebih jauh mengupas itu. Mungkin kawan2 yang akan gantian mengerutkan dahi, karena masalah aborsi, penjualan anak ini lebih serius dan esensial di banding ngomongin sebaris peribahasa yang cenderung provokablur. Yah siapa tau dari temen-temen ada yang mulai berbagi bunga pikiran, pengetahuan, serta ilmu tentang hal itu nantinya.

Sedikit mengengok kebelakang
Melihat kenyataan di depan mata seperti itu, bukankah peribahasa tadi harus dirombak, di revisi jika azas yang digunkan dalam memunculkan sebuah peribahasa adalah potret kenyataan. Dan jika kita jujur kira-kira bisa seperti ini bunyinya: Kasih Ibu semakin terpenggal, lha dititipi anak malah di buang;
atau Kasih ibu telah hilang di jalan, Kasih Ibu terjengkang-jengkang, dst. tetapi bukankah peribahasa itu nantinya akan menjadikan semakin runyam dan tidak terjadi penyelesaian yang indah?
Bagi Bapak bolehlah GeeR untuk dapat belajar mencintai, mengasihi dengan luar biasa besar kepada anak-anaknya, berkacalah kepada Ayyub AS. sehingga kwalitas dan keyakinan cintanya kepada anak-anaknya terlebih kepada Yusuf AS. mampu menyembuhkan kebutaan, sakit dan uzur karena usia, padahal baru mencium bau keringat anaknya lewat sebuah baju yang diselipkan dalam bungkusan.
Untuk para Ibu tak perlu dibahas, karena sudah jelas para ibu-lah yang memperoleh hak istimewa itu karena titipan rahim ada dalam perutnya. Ketika dalam wujud pertemuan air mani dan sel telur, gumpalan daging, dan seterusnya hingga waktu yang ditentukan untuk lahir, dalam prose situ jabang bayi selalu merekam kondisi pikiran, perasaan, makanan dari ibu yang mengandungnya, mungkin karena itu naluri ibu lebih cakap dan peka dalam mengasuh dan melindungi dan anaknya.
Sebetulnya ada referensi menarik sebuah kaca benggala dari kisah Maryam ibu nabi Isa AS. bagaimana ia rela menjauh dari keramaian masyarakat demi memutuskan tetap amannya sebuah kelahiran anak yang tidak mempunyai ayah. Ada juga ibunda nabi Musa AS. yang memutuskan menghanyutkan anaknya di sungai demi menghindari kebengisan Fir’aun yang melakukan pembantaian besar-besaran terhadap anak laki-laki karena menerima bisikan dari dukunnya kalau telah lahir bayi yang akan menjatuhkan kedudukannya kelak. Tetapi karena ke Maha Besaran Tuhan, Musa kecil diskenario hingga ditemukan istri Fir’aun dan dibesarkan melalui istana, sampai mengerti siapa sebenarnya dirinya. Berkaca dari peristiwa itu, sungguh ironis jika dibandingkan dengan jaman sekarang. Dahulu seorang ibu, rela “membuang” anaknya dengan harapan sang anak dapat selamat, sekarang ratusan mungkin ribuan dan mungkin juga tak terhitung lagi kejadian seorang ibu membuang, bahkan membunuh bayi dan anaknya demi alasan kehidupan ibunya sendiri. Bahkan menggunakan dalih kesulitan ekonomi.
Hah, beralasan dengan dalih ekononi, geleng-geleng-geleng… membaca kenyataan itu, jangan naik pitam dong, terus mengatakan: Hai pemerintah apa kabar? Dari sisi pemenuhan kebutuhan ekonomi bagi rakyat, sepertinya engkau lebih kejam dari Fir’aun. Sehingga mereka sampai hati memenggal sendiri leher anak mereka, sebelum engkau perintahkan. Hai pemerintah, bukankah di sini gudang segala kekayaan? Ah, sudahlah, Kasihani mereka, nanganin satu-dua orang yang terlibat kasus century aja blibetnya bukan maen, padahal sudah di demo dari ribuan saudara kita di sana-sini, masa terus kita paksa todong ngurusi ribuan orang kelaparan di negri ini… ah mimpi kali yee…

Version of Indonesianian
Tapi mungkin benar juga, jika kasih sayang ibu-ibu kita begitu besarnya. Ini kan Indonesia, negeri yang penuh kasih sayang dan cinta antar anggota keluarga. Nilai-nilai kekeluargaan masih dijunjung begitu tingginya. sehingga sampai-sampai aku temui ibu-ibu bekerja di terik matahari sebagai buruh kasar dalam proyek pembuatan perumnas. Jam dua dini hari adalah jadwal ibu-ibu yang sudah sangat berumur, mengayuh sepedanya dari desa yang pelosok- waktu sebagian besar orang tenggelam dalam hangatnya kasur empuk, mereka turun gunung menuju pasar kota dengan membawa sedikit hasil kebun dan sayur yang dipetiknya dari pekarangan rumah dan petakan sawah kecil miliknya. Dan ketika selepas isyak masih akan kau temukan sesekali seorang dua orang ibu yang masih setia mangkal atau dijalanan kota jogja mencari seseorang yang membutuhkan jasa antar-jemput mengunakan ojek atau motor taxi-nya, bahkan kalau kamu suka menyusuri lorong-lorong di sonoh, masih ada juga ibu-ibu yang terpaksa bergadang sampe subuh menjajakan tubuhnya untuk “di ojek” demi menghidupi kebutuhan keluarganya. Bisa di bayangkan betapa kuatnya mereka, belum setelah itu menyelesaikan pekerjaan dirumah masing-masing. Dan bisa dibayangkan betapa kesalnya kita, kalau tahu, anak-anak mereka tidak serius dalam memaknai perjuangan orang tuanya. Bahkan rasanya pengen njitak anak-anak itu kalo tahunya mereka hanya merengek dan minta dituruti segala mau-nya.
Ini Indonesia dek, mari kita tengok lagi lebih jauh, masih adakah di lingkungan RT kita, seseorang yang sudah berkeluarga, sudah punya anak, tetapi hidupnya masih ditopang sama orang tuanya, syukur orang tuanya masih mampu, dan masih ada juga orang tua yang enggan menyapih anaknya walaupun sudah seperti itu.
Pernah aku iseng-iseng bertanya kepada orang tua yang seperti itu, jawabannya ada saja, ada yang bilang kasihan, masih jadi kewajiban, orang tua enggan jauh dengan anak, orang tua kerja kalau bukan untuk anak untuk siapa lagi, dll. begitulah yang sering kujumpai. Wajar saja terlahir peribahasa ;Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan- di Indonesia; lha kultur dan psikologi masyarakat seperti itu.
Peribahasa tadi jika hanya dimaknai sebagai potret dari kultur dan psikologi masyarakat sepertinya kurang tepat dan menjadi bias maknanya. Di jawa khususnya diajarkan banyak sekali tata krama, atau lebih dikenal sebagai unggah-ungguh. Orang yang lebih tua harus lebih dihormati, sehingga lahirlah khasanah bahasa yang bertingkat. Ada Ngoko, Kromo Madyo, Kromo Inggil dengan spesifikasi penggunaan sendiri-sendiri. Merendahkan diri dihadapan orang lain itu biasa, apa lagi dihadapan orang tua. Orang jawa bilang; iso kuwalat nek wani-wani karo wong tuwo. Dan seringkali ilmu merunduk, membungkuk itu digunakan untuk memudahkan mengambil keris, senjata orang jawa yang disimpan di pinggang belakang. Sehingga ketika anak ingin meminta sesuatu cukup dengan ngisik-isik sikil orang tuanya, sehingga terkabullah apa yang menjadi niat dan keinginannya.
Atau sebaliknya, pribahasa tersebut bisa menjadi bumerang bagi mereka yang GeeR apalagi sampai menyebar kedalam ranah kehidupan sosial yang lain seperti pemahaman orang lebih tua selalu lebih unggul dibanding yang lebih muda umurnya, orang tua selalu benar, Pemerintah sebagai ibu selalu melakukan keputusan terbaik dan salah rakyat sebagai anaklah yang selalu tak puas dan tak tahu terimakasih. Dosen selalu benar dan mahasiswa tempatnya keliru, penceramah lebih mulia dari orang yang di ceramahi, dst.

Hak cinta anak dan orang tua?
Setelah berbicara sedikit panjang lebar, untuk menghindari semakin bias makna antara orang tua dengan anak; dalam mengolah peribahasa bolehlah sedikit kita utak-atik, supaya lebih luas, lebih fair dan semoga menjadi lebih adil dari sebaris peribahasa. “Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan”, kemungkinan menggunakan jarak pandang yang begitu pendek, semangatnya di dunia saja atau sampai sebatas usia hidup di dunia. Mari kita coba melihatnya pakai khasanah dari Islam, yang menggunakan jarak pandang dunia dan akhirat; Rasullulloh pernah bersabda: Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga macam, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dapat diambil manfaatnya, atau anak sholeh yang mau mendoakannya.
Disana dikatakan anak sholeh yang mau mendoakan orang tua, walaupun mereka sudah meninggal dunia masih di hitung sebagai amal untuk orang tua. Bukankah itu sebuah kalimat arif bagi orang tua sekaligus bagi anak. Yaitu sebagai alasan bagi orang tua untuk selalu berusaha mendidik anaknya menjadi sholeh sehingga kelak menjadi infestasi setelah dirinya meninggal, kemudian bagi anak merupakan dalil untuk selalu dapat membalas kasih sayang kepada orang tuanya walaupun orang tuanya telah meninggal dunia. Jika kita kembali kepada peribahasa Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan; bukankah lebih baik kita koreksi menjadi: Kasih ibu tak putus sepanjang jalan, Kasih anak tak habis sepanjang hayat. Yang artinya kasih sayang itu tak terputus oleh lintasan ruang - waktu, sehingga tak ada batasan bagi anak dalam berbakti kepada ibu karena kasih sayang ibu selalu melekat di hati. Dan tentu saja itu termasuk persembahan cinta bagi saudara kita yang menjadi yatim sejak kecil.

Samitalona, Jagan, 22-02-2010